Thursday, February 27, 2014

My Driving Story - Day 1 : The Beginner


RESOLUSI TAHUN 2014 YANG PERTAMA :

BISA NYETIR MOBIL!

Hanya itu saja yang saya inginkan untuk sekarang ini. Sudah sekian lama saya membujuk papa mama saya supaya dibolehin belajar nyetir, tapi belum kesampaian dari jaman dahulu kala. Selalu ada saja halangan dan alasan : masih terlalu cepat, jalanan bahaya, banyak kecelakaan, ngak ada yang sempet ngajarin, dan beribu alasan lainnya. Maklum, saya memang tinggal di Jakarta, kota yang cukup identik dengan kota kemacetan, dengan tingkat kecelakaan lalu lintas yang tidak rendah pula. Belum lagi daerah tempat tinggal saya merupakan salah satu daerah titik kemacetan yang terbilang cukup parah. Walaupun sehari-harinya, saya beruntung bisa disetirin supir setiap kali mau berangkat ke kampus (di daerah Grogol dari Daan Mogot), tapi saya tetap memiliki alasan khusus mengapa saya kekeh ingin belajar mobil.

Alasannya tidak lain tidak bukan adalah saya ingin lebih mandiri dan tidak mau terlalu merepotkan orang lain. Walaupun saya mungkin akan tetap disupiri setiap hari ke kampus lantaran tidak kuat menghadapi macetnya jalanan di pagi hari, tapi saya merasa untuk acara-acara lain di luar jadwal kuliah, akan lebih baik kalau saya tidak tergantung pada orang lain. Akhir-akhir ini banyak sekali kegiatan yang mengharuskan saya untuk berangkat pagi-pagi bahkan di hari libur sekalipun, seperti Sabtu atau Minggu. Selama ini saya terpaksa meminta papa saya untuk bangun pagi-pagi buta hanya untuk mengantar saya. Rasanya sudah saatnya saya mulai belajar tanpa menunda lagi.

Bermula dari mencari-cari sendiri informasi seputar kursus mobil di wilayah Jakarta dan sekitarnya, saya pun mulai menggali informasi tentang harga, fasilitas, dan tak lupa melihat feedback dari para pelanggan sebelumnya. Selain itu saya juga iseng-iseng membaca beberapa blog tentang belajar mobil yang tak disangka cukup berhasil memberikan gambaran seperti apa sih belajar mobil itu. Ternyata tidak terlalu sulit untuk mendapatkan beberapa referensi karena di internet banyak sekali blog yang bercerita tentang pengalaman menyetir, tips dan trik mengemudi, dll. Satu lagi source  yang boleh dicoba adalah youtube. Cukup mengetik kata kunci “driving lesson” atau “driving for beginner” maka akan muncul banyak sekali video tutorial menyetir mobil untuk pemula. Walaupun kebanyakan adalah video luar negri, tapi tidak ada salahnya kan kalau cuma untuk iseng-iseng lihat. Sekaligus mencoba berandai-andai seakan-akan lagi menyetir. That’s kinda fun actually!

Balik lagi waktu saya mencari-cari les yang cocok, akhirnya pilihan saya jatuh pada KURSUS MOBIL PUSPITA JAYA. Setelah melakukan beberapa research , memang tempat kursus ini lumayan terjangkau dari segi harga dan tempatnya pun tidak terlalu jauh dari rumah.


Kursus Setir Mobil Puspita Jaya 
Kantor : Jl. Daan Mogot Km. 13,5
No. 51 Cengkareng Jakarta Barat
Telepon : 021 – 6190884 – 70661572 – 98527817 – 98134004
Whatsapp : 08888743334
Mobil : Xenia (manual), full AC
Sitem belajar : private
Biaya pendaftaran : (GRATIS)
Harga paket kursus :
WAKTU
HARGA
6 x pertemuan @ 1 jam
500.000
8 x pertemuan @ 1 jam
600.000
10 x pertemuan @ 1 jam
700.000
12 x pertemuan @ 1 jam
800.000
·         Untuk jam belajar sabtu minggu ada tambahan biaya 15rb / jam
·         Tidak ada anter jemput siswa, semua siswa datang ke kantor.


Saya pun akhirnya nekad minta ijin sekali lagi ke orang tua dengan memperlihatkan informasi tentang kursus ini. Akhirnya saya pun diijinkan untuk mengambil kursus mobil di Puspita Jaya. Alasan saya ingin cepat-cepat kursus juga adalah karena saya nganggur alias nggak ada kerjaan di rumah. Liburan kuliah masih tersisa beberapa minggu lagi, jadi saya pikir, sekarang atau ... menunggu lebih lama lagi.

Pertama, saya dan papa datang ke kantor pusat PUSPITA JAYA di KM 13,5 Daan Mogot untuk melakukan registrasi dan menyesuaikan jadwal. Karena saya masih sedang liburan, jadwal saya kosong plong, jadi kapanpun saya bisa menyesuaikan. Di sana saya memutuskan untuk mengambil paket kursus 10x pertemuan dan keesokan harinya (Minggu), saya sudah memulai kursus mobil saya untuk pertama kalinya. Setelah melakukan pelunasan DP 50%, saya pun berkenalan dengan instruktur yang akan memandu dan mengajarkan semua tentang mengemudi kepada saya yang masih tidak tahu apa-apa ini. Sebut saja Pak J.  Beliau kemudian langsung memberikan kunci mobil kepada saya dan menuntun saya ke tempat parkiran si Xenia Biru. I call him Xebu for no reason, haha.

Untuk pertama kalinya saya masuk ke dalam mobil dari pintu pengemudi dan duduk di sana, rasanya jantung mulai berdebar loh. Kalau saja tidak ada Pak J disana, saya mungkin sudah cekikikan norak sendiri dan mulai berlagak keren layaknya pembalap. Okay, behave behave. Pak J pun memberikan kunci mobil untuk starter mesin dan dari situ saja saya sudah mulai linglung. Ketika ditanya “udah pernah nyetir belum?” “Belum Pak, sama sekali belum pernah. Nyalain mesin aja baru kali ini.” Ini jujur dari hati yang terdalam, baru kali ini denger mesin mobil nyala karena saya sendiri yang starter. Mendengar itu Pak J pun mulai memberikan informasi singkat seputar bagian-bagian penting dalam mobil dan fungsinya masing-masing, yang mana kopling, rem, dan gas, persneling, rigting, jadi benar-benar harus mulai dari awal. Setelah briefing singkat, saya pun mulai menjalankan mobil. .... BELUM! Ternyata masih ada beberapa hal yang harus diperhatikan, pesan Pak J:
  1. Sebelum mulai menjalankan mobil, selalu periksa apakah mobil dalam keadaan yang “sehat” / memungkinkan untuk dibawa dalam perjalanan atau tidak. Contohnya bensin, petunjuk oli mobil, dll. (Untuk yang satu ini mungkin saya belum begitu mengerti tapi, I’ll get to that later)
  2. Periksa spion kiri, kanan, depan.
  3. Atur bangku benar-benar dalam posisi wueenak, dan kaki bisa mencapai kopling, gas, dan rem dengan benar.
  4. Kunci pintu dan pasang sabuk pengaman.
  5. Periksa gigi dalam keadaan netral sebelum dijalankan.
  6. Mulai turunkan rem tangan.
  7. Kaki kiri menginjak kopling sedalam-dalamnya (sampai mentok), tahan, tangan kiri memindahkan persneling dari NETRAL ke gigi 1.
  8. Putar setir terlebih dahulu untuk masuk ke arah jalanan, kemudian kaki kiri mulai melepaskan kopling secara perlahan, sambil diimbangi dengan kaki kanan yang menginjak gas. Atur setir supaya kembali ke posisi lurus jika mobil sudah keluar dari parkiran.

Fiuh, dari sini kita sudah mulai menjalankan mobil. Rasanya sungguh tidak dapat dipercaya awalnya, saya bawa mobil beneran, biasanya cuma mobil bom-bom car, itupun sengaja untuk nabrak-nabrakin lawan. Saya tadinya berpikir akan dibawa ke lapangan luas dulu untuk memperlancar maju mundur, kopling-gas-rem, tapi ternyata saya langsung dipandu di jalan raya beneran. Pertama kalinya menyetir saya langsung dipandu melewati jalan ke arah sumur bor dan Taman Palem yang pada hari itu lumayan ramai dengan mobil. Gimana nggak panik ya, baru pertama udah langsung diajak ke jalanan ramai. Tapi ternyata tidak perlu khawatir, Pak J ini pastinya sudah berpengalaman (dan bernyali besar tentunya) dalam memandu para pemula melewati jalanan ramai, bahkan di hari pertama belajar. Di bawah kursi Pak J juga terdapat kopling, rem, dan gas yang memang didesain khusus untuk mobil kursus manapun. Biar aman kalau misalnya muridnya lupa injak rem atau salah injak kopling. 

Selama latihan pun Pak J rajin memberikan instruksi “Kopling, gigi 1, rem, tambah gas sedikit, jangan meleng, lihat spion, masuk gigi 2, pelan-pelan, AWAS...” wuaduh tegang tegang. Sesekali tangan Pak J membantu saya mengatur setir ke arah yang benar. Maklum, karena masih pertama, saya belum bisa menyetir dengan lurus, apalagi kalau ada mobil dari arah yang berlawanan, pasti refleks belokin setir tiba-tiba. 

What I learned at the first day :
1.     Latihan pindah kopling dari gigi 1 ke 2, atau sebaliknya.
2.     Latihan belokin setir dengan TENANG
Biasanya karena tegang kita cenderung memegang setir terlalu kuat bahkan seperti mencengkeramnya. Waktu belokin setir juga cenderung panik jadi kayak di film-film macam Fast and Furious, belokin setirnya terlalu bersemangat. Malah diketawain kan. Intinya harus tenang, saat memutar setir tangan juga tidak boleh sampai menyilang.

3.     Latihan menginjak gas dan rem dengan tenang, tanpa harus mengeluarkan tenaga.
Biasanya kalau panik, apalagi pemula, pasti belum bisa mengontrol seberapa besar tenaga yang harus kita berikan saat menginjak gas atau rem. Padahal sebenarnya mobil itu harus diperlakukan dengan lembut, Artinya, kita injak gas sedikit saja dia sudah bereaksi. 

4.     Latihan di jalanan macet
Setelah 1 jam coba putar-putar di daerah Palem, saya pun dilatih untuk membiasakan kaki menginjak kopling dan rem saat jalanan macet. Pak J selalu mewanti-wanti saya untuk bisa mengira-ngira jarak yang aman dengan mobil di depan saat akan berhenti. Untuk mobil biasa, usahakan berhenti pada posisi di mana kita masih bisa melihat bemper mobil, untuk mobil truk yang besar usahakan perlebar jarak tersebut, misalnya pada posisi di mana kita masih bisa melihat bagian ban mobil truk. Pada waktu itu saya masih kagok dan alhasil berhentinya selalu pas-pas an.

5.     Belajar puter balik
Yang harus diingat tentu saja nyalakan lampu sen, masuk gigi 1, tahan kopling, kaki kanan siap siaga di rem, putar setir yang banyak, kalau sudah di posisi nyaman balikkan setir ke posisi semula, kaki kanan mulai injak gas lagi sambil kopling diangkat pelan-pelan. Untuk yang satu ini nggak begitu mudah, jadi masih harus banyak diperlancar. Kesulitan saya adalah belum bisa mengira-ngira seberapa banyak harus putar setir sampe beloknya pas. Kalau misalnya lambat dan malah jadi diklaksonin orang, cuek saja. Jangan jadi tegang dan malah gak fokus. Namanya juga belajar, semua orang yang bisa bawa mobil juga pasti pernah mengalami hal ini, pasti!

6.     Belajar berhenti (parkir) di pinggir jalan.
Setelah 1 jam muter-muter (mabok dan tegang) di jalanan, akhirnya saya diarahkan balik ke kantor Puspita Jaya, terakhir tentu saja disuruh berhentiin mobil (parkir). Untuk yang satu ini juga saya masih belum paham benar. Baru tahu juga ternyata ada gigi R untuk mundur, haha. Akhirnya setelah diinstruksikan, puter setir sana sini, mobil berhasil diposisikan dengan baik (semoga), tak lupa tarik rem tangan, netralkan gigi, lepas kopling. Selesailah latihan perdana pada hari itu. Jangan lupa siapkan uang tips untuk instrukturnya ya!
Setelah latihan, kami pun sama-sama memasuki kantor untuk menentukan jadwal hari-hari berikutnya. Ternyata Pak J mau berbaik hati untuk menjemput saya ke rumah setiap latihan, dan kalau sudah selesai diantar kembali ke rumah. Wah, padahal awalnya tidak ada fasilitas antar jemput murid, I’m so lucky! Hari pertama tidak begitu buruk ternyata, walaupun saya yakin Pak J sendiri sudah tarik kesabaran banget waktu ngajarin saya. Satu pertemuan selesai, masih ada 9 lagi! Semoga setelah pertemuan terakhir saya sudah lebih lancar dan “waras” bawa mobilnya. Kelihatannya nggak begitu susah sih!..  Hm? Masa?


(.. to be continued)

Picture source : http://www.wikihow.com/Overcome-a-Driving-Phobia 

 

Monday, February 24, 2014

The Perks of Being An Organizationist



“Kampus + Organisasi = nilai jelek”

Kampus + Organisasi = keteteran”

Guys, it’s 2014!


Istilah itu bisa dibilang udah gak berlaku lagi. “Ih, kok sok banget sih? Tiap orang kan beda-beda!”  Yup, memang benar, tapi bukan berarti mengikuti organisasi di kampus itu suatu pilihan yang salah dan gak ada manfaatnya sama sekali. Saya sendiri termasuk orang yang tadinya memiliki keyakinan seperti di atas, “ah ikut organisasi nanti malah sibuk, ga bisa punya cukup waktu untuk belajar, nilai jadi jelek.” -- .. tapi masih punya waktu untuk main games online sampai begadang :p 

Kalau boleh dipikir-pikir, sebenarnya organisasi itu bisa ditemukan di mana saja, bahkan tanpa kita sadari. Tidak usah jauh-jauh, keluarga kita saja sudah bisa disebut sebagai organisasi kecil, di mana ayah sebagai kepalanya. Di keluarga pun kita sudah bisa mempelajari dasar-dasar cara berorganisasi. Now, we’ll talk about the “real” organization, especially in our campus life.

Saya sendiri sudah mulai menyukai kegiatan organisasi sejak SMP dan berlanjut ke SMA. Jika ada dari antara kalian yang pernah menjadi anggota OSIS, yap, di sanalah saya mulai tertarik dengan dunia organisasi siswa di sekolah. Lama-kelamaan hal itu menjadi suatu kebiasaan, suatu hobi baru (?). Hingga saya beranjak ke bangku kuliah sebagai mahasiswa baru di FKG Trisakti, saya pun menyimak dengan serius saat perwakilan dari organisasi mahasiswa memberikan presentasi seputar dunia organisasi kampus. Satu hal yang saya sadari, organisasi di kampus benar-benar RUMIT! Begitu banyak nama dan tingkatan organisasi yang awalnya saya tidak familiar. “Gila, ini sih levelnya udah beda banget sama di SMA!” Entah apakah saya bisa mengikutinya, saya tidak yakin, tapi saya sudah bertekad akan mencoba organisasi di kampus.

Organisasi di Universitas Trisakti seakan-akan menggambarkan struktural kepemimpinan versi sederhana dari negara Indonesia. Hal ini baru saya sadari saat sudah 1 tahun mencoba bergabung dalam organisasi FKG Trisakti. Singkatnya seperti ini :


Tingkat Universitas
Tingkat Fakultas
LEGISLATIVE
Kongres Mahasiswa
Parlemen Mahasiswa
·         BPH Parlemen
EXECUTIVE
Kepresidenan Mahasiswa
Badan Eksekutif Mahasiswa
·         Biro 1 – Pendidikan
·         Biro 2 – Olahraga-Seni + UKM
·         Biro 3 – Pengabdian kepada Masyarakat
·         Biro 4 – Kemahasiswaan
·         Biro 5 – Hubungan Luar

Sebenarnya jika mau diteruskan, akan lebih banyak lagi cabang organisasi kampus ini, tapi garis besarnya demikian. Ormawa legislatif dan eksekutif harus bekerja sama menciptakan suatu hubungan yang harmonis, karena keduanya sangat mempengaruhi satu sama lain. Pada dasarnya, legislatif bertindak layaknya DPR dan eksekutif adalah presiden beserta menteri-menterinya. Dalam melakukan tugasnya, BEM harus diawasi dan mempertanggung-jawabkan hasil kerjanya kepada Parlemen. Kemudian, parlemen-parlemen dari setiap fakultas pada akhir periodenya akan mempertanggung-jawabkan hasil laporan kepada Kongres.

Enough with the brief explanation. So how exactly did I join this whole new world? 

Sebenarnya target pertama saya pada saat masih menjadi mahasiswa baru adalah bisa diterima di BEM, khusunya di biro 4, yang salah satu program kerjanya adalah sebagai panitia OSPEK, hahaha! Akan tetapi, mahasiswa tahun pertama belum boleh mendaftarkan diri di BEM. Satu-satunya lowongan ormawa yang terbuka saat itu adalah BPH Parlemen (legislative). Sejujurnya di awal saya tidak begitu tertarik dengan bidang legislatif. Mungkin karena background saya dulu di OSIS yang notabene mirip dengan BEM di kampus. Tapi tidak ada salahnya, toh tahun depan saya akan daftar BEM. Dan mulailah kegiatan organisasi mahasiswa saya dari BPH Parlemen.

1.     BPH Parlemen (2012)
Bagi saya, BPH bisa juga dibilang sebagai apprentice-nya parlemen. Di sana kita secara gak langsung dibekali dengan berbagai pengetahuan dasar tentang organisasi kampus, khususnya di FKG Trisakti. Mulai dari cara bikin surat, cara rapat, cara sidang, bahkan mulai bisa kenal nama-nama orang penting yang mutlak tidak boleh dilupakan di kampus. Selain itu saya juga pernah beberapa kali mendapat kesempatan untuk mengawasi kegiatan BEM. Tujuan sebenarnya adalah untuk memastikan acara BEM pada hari itu berjalan lancar, tepat waktu, tidak ada kekacauan, dll. Memang tidak banyak yang bisa dilakukan, tapi kesempatan itu justru saya gunakan untuk “ngepoin” gimana cara kakak-kakak BEM bekerja dalam suatu acara. Justru dari kesempatan-kesempatan itu saya jadi semakin mantap ingin mendaftar BEM. Dari BPH sendiri saya juga bisa belajar cara mengolah laporan dan urusan administrasi yang cukup memusingkan. Selain itu yang paling penting, BPH adalah tempat pertama di mana saya bisa berkenalan, ngobrol, sampai ngegosip bareng kakak-kakak kelas. Kadang-kadang bisa juga minta dijelasin soal pelajaran, atau minta kisi-kisi soal ujian tahun lalu (PENTING!) Selain nambah ilmu, nambah koneksi juga. Dapat emblem pertama untuk jas almamater pula!
Legislative Training 2012 as a brand new BPH
 
2.     Badan Eksekutif Mahasiswa / BEM (2013)
Di tahun kedua saya ini, saya sudah boleh mendaftarkan diri sebagai anggota BEM atau Parlemen yang sebenarnya. Walaupun tahun sebelumnya saya sudah bertekad masuk BEM, namun ternyata berpisah dengan Parlemen tidak semudah yang saya kira. Tapi pada akhirnya, saya tetap mengambil formulir pendaftaran BEM, mengisi list pengalaman organisasi
(berharap “OSIS” dan “BPH Parlemen” bisa jadi nilai tambah) dan mengisi pilihan biro yang diminati. Tibalah saya pada kegalauan yang lain. Biro 4 yang dulu sempat saya taksir kah? Biro 5 yang katanya bisa tugas ke luar negeri kah? Akhirnya saya menulis “BIRO 3”, Biro “Social Service”. Kebetulan saat masih menjadi BPH, tugas terakhir saya adalah mengawas kegiatan baksos pengobatan gigi dan mulut gratis dari biro 3. Luckily that day, saya dapat kesempatan untuk membantu salah satu panitia karena saat itu sedang kekurangan orang. Kelihatannya simpel, hanya disuruh membagikan brosur ke warga-warga sekitar dan mengajak mereka untuk periksa gigi gratis. Buat saya, itu hal yang tidak sulit, but it turns out to be such a great experience, membuka mata, hati, dan pintu batin (lebay). Itulah pertama kalinya saya memberanikan diri menyusuri rumah-rumah sederhana di samping rel kereta api, beramah-tamah dengan warga, bercanda dengan anak-anak kecil di sana, melihat kegirangan mereka saat tau ada yang mau nambel giginya secara cuma-cuma, bahkan bisa melihat kereta api lewat di depan mata! (Ini sih gara-gara selebor, gak denger suara kereta lewat).

Singkat cerita, setelah melalui wawancara BEM dan seleksi, saya resmi menjadi anggota Biro 3 BEM FKG Usakti 2013, dan dapat emblem BEM (tetep). Now let me introduce you to my bureau for a lil bit. Biro 3 bergerak secara khusus di bidang sosial dan pengabdian kepada masyarakat. Program kerja biro 3 selama 1 periode antara lain baksos pengobatan gigi dan mulut gratis, vaksinasi hepatitis B, donor darah, dan KPL (Kerja Pengenalan Lapangan) yang merupakan program terbesar di biro 3 sendiri. KPL merupakan suatu kegiatan sosial tahunan dari BEM FKG Usakti yang dipanitiai oleh biro 3, di mana setiap tahunnya, biro 3 membawa serta puluhan dokter gigi koass serta dosen-dosen pembimbing berangkat menuju daerah di luar Jakarta, bahkan Pulau Jawa untuk mengadakan program pelayanan kesehatan gigi dan mulut bagi masyarakat daerah yang kurang mampu, selama 1 minggu. Selain itu diadakan pula penyuluhan bagi warga sekitar, pengumpulan data untuk penelitian, tak lupa kegiatan wisata sebagai penghujung acara. Kebetulan di tahun ini, saya dipercaya untuk mengurus acara KPL. Tanpa bekal dan pengetahuan apapun, saya sendiri sempat syok dan minder. But again, it turns out to be such a GREAT experience.
Panitia dan peserta KPL tiba di Tanjungpinang, Kepulauan Riau

Kuncinya cuma 1, berani malu, berani bertanya. Akuilah kalau memang kita belum tahu apa-apa, dan bertanyalah bahkan pertanyaan sesimpel apapun yang muncul di pikiran. Itu tandanya kita mau belajar untuk mengerti sesuatu. Saya sendiri dalam prosesnya, banyak sekali merepotkan orang terutama kakak kelas, tapi saya tetap bersyukur mereka mau bersabar dan menunjukkan pada saya sedikit demi sedikit, hal-hal yang sebelumnya belum pernah saya ketahui. Dari mengurus KPL sendiri ada banyak aspek yang bisa saya pelajari. Mulai dari surat-menyurat, mengurus perizinan, bernegosiasi dengan pihak pemerintah daerah, mencari dana usaha, membayangkan perencanaan skema acara di lapangan, dikejar-kejar deadline, putus asa di tengah-tengah, di-PHP-in, mencari solusi di saat-saat genting, bahkan sempet juga ngerasain rasanya diprotes massa. Ya... menjadi panitia memang ada suka dukanya, kalau dilihat-lihat ada unsur dramanya juga ternyata. Tapi, justru terpaan-terpaan macam itulah yang bakal bikin acara kita jadi berkesan banget, apalagi kalau sudah sampai di penghujung acara. Rasanya bakal rindu saat-saat becanda atau curhat bareng teman 1 panitia, saat-saat dimarahin bareng kalau laporan belum beres, saat-saat lari-larian di tangga demi ngejar tanda-tangan persetujuan dekan, saat-saat rapat sampai malem sambil nyedu kopi.
“Nah kalau buat diri sendirinya, apa sih yang sebenarnya lu dapetin?” Banyak! Kalau menurut saya pribadi, yang paling penting adalah saya bisa tahu lebih banyak tentang diri saya sendiri. Gimana sih saya kalau kerja di bawah pressure dan deadline? Gimana sih saya kalau harus kerja sama orang yang beda banget kepribadiannya? Berapa lama waktu yang saya butuhkan untuk bisa bangkit lagi kalau misalnya lagi down dan patah semangat? Bisa nggak sih saya memimpin diri sendiri dan teman-teman saya? Bisa nggak sih saya mengatur waktu supaya nilai nggak turun gara-gara organisasi?

Bagi-bagi sikat gigi gratis

berfoto bersama Gubernur Kepulauan Riau beserta jajarannya.
Finally, liburan sebagai acara penutup wajib KPL
I found a new family :)

Sedikit cerita mengenai poin yang terakhir. Saya sendiri sempat menanyakan hal itu pada seorang senior yang sudah 2 tahun lebih tua di atas saya dan kebetulan juga adalah wakil ketua BEM saya pada jaman itu. “Ko, organisasi jadi ngaruh jelek nggak sih ke pelajaran? Nilainya jadi turun nggak? Takut banget kalau terlalu sibuk malah keteteran.” Well, saya lupa kalimat pastinya, tapi kira-kira inti dari nasihat dia adalah demikian: 
Jelek nggak jeleknya nilai itu tergantung dari kitanya, bisa nggak membagi waktu. Tergantung dari niatmu juga mau dapetin nilai, dapetin organisasi, atau dapetin dua-duanya. Kalau saya sendiri jujur pas ikut organisasi, nilainya malah membaik dari sebelumnya. Karena dengan tahu kita banyak kegiatan, kita jadi spare time waktu lebih banyak untuk belajar jauh-jauh hari misalnya, atau jadi mengurangi waktu main misalnya. Kembali lagi ke seberapa besar niatmu untuk bisa jadi bagus di keduanya.” 
Wuaah, nasihat ini bener-bener jadi pegangan saya sekarang. Saya pun sempat membuktikan hal tersebut dan memang itu bukan sekedar omongan doang! Such a life lesson.
Kegiatan Baksos Biro 3

The new faces of 3rd Bureau 2014! YES WE'RE BACK
Di penghujung tahun 2013, saya pun harus berpisah dengan teman-teman dari BEM Biro 3 pertama saya. But, it is not the end. Di tahun ketiga kuliah saya ini (2014), saya memutuskan masih ingin mendaftar lagi di biro 3, dengan ketua dan susunan kepengurusan yang baru. Emangnya nggak bosen? Hmm, nope. Because i believe every moment has its own perk, and it’s going to be different.


3.     OTF Keagamaan Katolik : APOLONIA (2013)
Apolonia bisa dibilang seperti acara muda mudi Katolik yang diadakan setiap hari Jumat jam 12 di kampus FKG Usakti. Setiap minggunya Apolonia mengadakan acara keakraban dan mengundang semua mahasiswa serta dosen-dosen yang beragama Katolik. Acaranya beragam mulai dari games, misa jumat pertama, doa bersama, dan lain-lain. Tahun ini saya ditunjuk sebagai salah satu panitia acara Apolonia yang tugasnya tidak lain adalah memikirkan konsep acara setiap jumatnya. Ternyata bukan merupakan suatu hal yang mudah. Kreatifitas dalam memunculkan ide baru benar-benar diuji di sini dan sayapun tidak jarang kehabisan ide, haha. Tapi Apolonia merupakan salah satu tempat favorit saya di mana kami bisa berkumpul, bernyanyi bergembira bermain bersama, melepas penat selama 1 jam dari rutinitas kampus yang padat. 
Acara Natal bersama Apolonia
4.     Persatuan Senat Mahasiswa Kedokteran Gigi Indonesia / PSMKGI (2013)
Ini merupakan satu-satunya organisasi di luar kampus yang saya sedang ikuti sampai detik ini (soalnya 1 periode lamanya 2 tahun). Beranggotakan perwakilan mahasiswa-wi kedokteran gigi yang berasal dari berbagai Universitas yang tersebar di seluruh Indonesia. PSMKGI dikepalai oleh seorang SekJen dan wakilnya, dan terbagi atas 5 Komisi dan 2 Biro : 

·         Komisi A : Pendidikan dan Profesi
·         Komisi B : Pengembangan Sumber Daya Mahasiswa
·         Komisi C : Pengabdian kepada Masyarakat
·         Komisi D : Media dan Informasi
·         Komisi E : Jaringan
·         Komisi F : Advokasi dan Kajian Strategis
·         Biro Penelitian dan Pengembangan
·         Biro Ekonomi dan Keuangan Internal

Saya sendiri tergabung dalam anggota komisi A. Salah satu kegiatan rutin kami tentu saja tidak lain tidak bukan adalah rapat bulanan via skype, atau anak-anak PSMKGI seringkali menyebutnya “ngopi”. Pengalaman ngopi via skype itu baru kali ini juga saya alami sendiri. Inilah cara kami rapat dan membentuk konsep projek per komisi dengan memanfaatkan teknologi dunia maya. Kami jadi bisa menyapa dan berbincang-bincang dengan teman-teman 1 komisi dimanapun mereka berada. Dari PSMKGI ini sendiri tentu saja saya jadi lebih kenal banyak orang, tambah koneksi dari FKG – FKG lain di luar sana, dan bisa belajar banyak juga dari mereka. Belajar di sini maksudnya lebih kepada belajar berorganisasi. Contohnya, waktu itu saya sempat dikirimin file penjelasan jobdesk suatu acara yang dibuat oleh salah satu anggota dari FKG UI, dan jujur waktu saya melihat bentuk kerangka jobdesk mereka, sungguh berbeda dengan yang selama ini saya lihat dan pakai di FKG Trisakti. Mungkin di BEM USAKTI, saya sudah terbiasa dengan susunan jobdesk yang simpel dan tidak rumit, karena itu saat melihat file tersebut, saya pun,. hmm agak tercengang, haha. Hal-hal kecil semacam itu sebenarnya bisa juga kita ambil sebagai pembelajaran, pembanding kita dengan teman-teman FKG lain di luar sana. Dari berbagai kegiatan atau projek, kita bisa tau kebiasaan atau teknik berorganisasi teman-teman dari universitas lain itu seperti apa. Kalau ada yang positif, boleh jadi masukkan untuk kita bawa dan terapkan di kampus kita sendiri bukan? Sekali-kali kita juga boleh kok ngelirik ke tetangga sebelah :p Jadi selain tuker-tuker pin BB, bisa jadi ajang pertukaran ilmu juga!



Kegiatan Baksos di SLBN O7 oleh PSMKGI

Perwakilan dari FKG Usakti

Foto narsis depan bendera PSMKGI

Pengalaman saya menjadi anggota PSMKGI bisa dibilang lumayan penuh kejutan. Ada hal-hal yang saya syukuri, ada juga hal-hal yang saya sayangkan. Mengapa? Karena di organisasi yang satu ini, saya sendiri merasa belum berkontribusi secara maksimal. Cakupan kegiatan PSMKGI ini ternyata sangat luas dan sering kali berbentrokan dengan jadwal kuliah saya yang tidak bisa ditinggal, karena banyak dari acara PSMKGI yang mengharuskan saya untuk pergi ke luar kota / pulau Jawa. Belum lagi kegiatan BEM di internal kampus. Namun, untuk acara-acara yang masih bisa saya jangkau, tetap saya usahakan untuk turut berpartisipasi, dan hal ini saja sudah memberikan pengalaman yang baru dan tak terlupakan.  

Belajar berorganisasi itu banyak manfaatnya. Kita mungkin pernah mendengar tanggapan-tenggapan negting seperti : “Orang yang masuk organisasi itu adalah orang-orang yang mau eksis, orang-orang yang nganggur dan gak punya kerjaan, orang-orang yang sok eksklusif!” Don’t be mad at them, guys! Because what they’re saying is not ... false entirely. 

“Orang yang masuk organisasi itu adalah orang-orang yang mau eksis.”
Kadangkala kata “eksis” ini sendiri sudah dipandang negatif. Sebenernya, gak semua “eksis” itu negatif. Sekarang, manusia mana yang nggak mau diakuin keberadaannya, hayoo? Misalnya ada seorang anak yang bisa memainkan gitar dengan super menakjubkan, sengaja mengupload video solo performance-nya di youtube, apakah dia bisa dibilang sok eksis? Menurut saya pribadi, tujuan “eksis” dalam konteks ini lebih mengarah ke penilaian dan pengakuan dari orang lain akan kapabilitas kita. Kalau kita punya keyakinan bahwa apa yang kita lakukan itu benar dengan  tujuan yang baik, apa salahnya jika orang lain juga bisa mengakui dan menghargai hal tersebut. Jika kita yakin akan kemampuan kita di bidang tersebut, why not show it up? Don’t just hide. Be EXIST, in a smart way ;)
“Orang yang masuk organisasi itu adalah orang-orang yang nganggur, nggak ada kerjaan.”
Think it this way. Daripada kita nganggur, tidur-tiduran di rumah, atau malah ...ngobat? (hiiii).. Mending kita melakukan suatu hal yang berguna bukan? Selain nambah teman, nambah wawasan, nambah pengetahuan, baik juga loh buat latihan fisik. Coba buktikan sendiri, haha.
“Orang yang masuk organisasi itu adalah orang-orang yang sok ekslusif.”
“Sejak dia masuk organisasi A, dia pasti gak pernah mau sharing gosip-gosip apa aja yang ada di sana. Eksklusif banget sih!” Teman, bagi sebagian besar orang, organisasi sudah bisa dibilang bagaikan rumah kedua mereka, keluarga mereka. Masalah-masalah yang terjadi dalam keluarga mereka tentu saja bersifat “eksklusif” atau dengan kata lain “cukup orang dalem aja yang tau”. Coba lihat keluargamu, pasti punya masalah internal sendiri yang gak mungkin kamu beberkan ke teman-teman atau om tantemu, bukan? Hal ini tentu saja bertujuan untuk menjaga keutuhan keluarga dari segala bentuk ancaman ataupun pandangan negatif dari luar. Oleh karena itu mengertilah kenapa ada hal-hal yang hanya boleh diketahui secara ekslusif oleh anggota dari suatu keluarga itu sendiri. 

Semua contoh di atas tentu saja dalam batas yang sewajarnya dan semestinya ya. Segala sesuatu yang berlebihan juga tidak baik, misalnya terlalu eksklusif banget malah bikin kita jadi dijauhin temen-temen non-organisasi kita. Balance is important guys! Kita harus bisa bagi waktu, bagi porsi, mana yang untuk teman-teman, mana untuk keluarga, mana untuk kuliah, mana untuk organisasi.

Organisasi kampus itu memang pilihan. Itulah sebabnya dia tidak ada dalam mata perkuliahan wajib kalian, bukan? Tetapi percayalah, kalian akan bisa melihat perbedaan orang yang berorganisasi dan yang tidak. I didn’t say that one is better than another. Bagaimanapun juga, kitalah yang paling mengenal kemampuan dan keinginan diri kita sendiri. This whole story is purely based on my personal opinion. As for me, I’m proud to be an organizationist. Are you? ;)

*beberapa sumber gambar : http://www.dentistrisakti.com/


Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Twitter Bird Gadget