Monday, March 05, 2012

"It's not about WHAT you write, but HOW you write" (begitu kata Bang Raditya Dika)

Liburan semester satu yang hampir menginjak dua bulan ini semakin lama semakin membuat saya gelisah. Dari awal mulai liburan sudah saya susun secara rapi apa-apa saja yang harus dikerjakan, apa-apa saja yang harus diselesaikan. Sudah sengaja buat jadwal super ekstra besar di pintu kamar tapi ternyata semua usaha itu sia-sia, karena liburan yang hampir dua bulan ini terpaksa (tidak sengaja) dilewati dengan tetap bermalas-malasan. Betapa tidak produktifnya waktu liburan ini dan itulah yang membuat saya galau. Mendengar pengalaman “liburan bermanfaat” dari teman-teman yang pergi melancong ke luar rumah, berpetualang, bahkan ada yang magang atau kerja dan menghasilkan duit, taktala membuat saya semakin minder. Betapa menariknya liburan mereka sedangkan saya di rumah tidur-tiduran sambil menghabiskan isi kulkas. Dua minggu sebelum masuk saya pun bertekad, setidaknya isilah dua minggu terakhir ini dengan kegiatan APAPUN, yang penting bisa disebut kegiatan. Makanya, selama dua minggu terakhir ini saya mulai mencari “sesuatu” yang setidaknya bisa membuat diri saya merasa berguna (sungguh kasihan). Mulai dari membaca buku, nulis blog lagi, mulai les mandarin (walau sudah amat telat karena khawatir juga kalau udah kuliah, otomatis les dianaktirikan), coba-coba nulis opini buat kompas (ini sungguh diluar dugaan, saya tiba-tiba kepengen nyoba), dan yang baru-baru ini, ikut acara seminar di Untar tentang Writer and Photographer.
Waktu dikasih liat brosurnya untuk pertama kali, tidak ada sama sekali rasa tertarik. Jauh-jauh ke Untar hari Sabtu jam 7 pagi, males banget ga sih? Setelah mendapat BBM-Promosi untuk kesekian kalinya, tiba-tiba jiwa terpanggil untuk mencoba. Kenapa ga? Bangun pagi buat coba ikut, toh gak mahal, pembicaranya juga ada Raditya Dika, raja blog Indonesia (bukan titel resmi dia sih tapi dia salah satunya yang terkenal jadi...).Alhasil gua pun memutuskan untuk ikut. Writing and photography seminar, with only goban, isn’t so bad at all. Setelah mengontek temen panitia dan mengajak dua orang teman dari DH dan Trisakti, kami pun beraaanggkkkaat pagi-pagi dengan mata sayu ke Untar.
Seminar dibagi menjadi dua kategori : Photography with Kurnia Setiawan, dan Comedy Writing with Raditya Dika. Motivasi saya ikut seminar ini :
  1. “Membunuh” waktu malas-malasan saya yang semakin menjadi-jadi.
  2. Mau lihat stand-up comedy nya Raditya Dika yang fenomenal secara live (udah pernah nonton di youtube dan sumpah, bikin speechless).
  3. Siapa tahu bisa dapet foto dan tanda tangan! (norak) haha.
  4. Mau lihat setinggi apa si Raditya Dika ini.
Pas seminar foto kami dijelasin banyak banget sejarah foto-foto dunia yang serba fenomenal. Dari sebuah foto itu memang bisa terungkap berbagai macam situasi, keadaan, emosi, dan perasaan. Beruntunglah bagi teman-teman di luar sana yang sudah memilii fasilitas fotografi yang memadai dan sudah lebih dahulu memulai secara serius, dibarengi komitmen untuk terus memoto, bukan terus-terusan difoto. Saya sendiri pengen mulai tapi niat selalu pasang surut jadi ga pernah serius. Nah, selanjutnya seminar dari pembicara kita berikutnya : Raditya Dika. Saat dia pertama kali keluar dengan mengenakan setelan kaos PINK dan jean biasa + topi putih ala director, dia pun terlihat wow... tidak terlalu tinggi (memang) di atas panggung sana, walaupun mukanya bisa dibilang lumayan cool. Penasaran ilmu apa saja yang akan dia bagikan, saya pun mulai mode serius.

Semua mengira hari ini kami bakal kedapetan menyaksikan seorang Raditya Dika dengan dosen-mode on, mengajarkan tips-tips menulis komedi dengan gaya anak kuliahan. Secara, dia udah nyiapain slide dan sampe-sampe kita udah dibagiin handout tersendiri. Ternyata eh ternyata, sepanjang jam “seminar” dia, kita pun dibuat speechless sama blogger komedian yang satu ini. Seminar yang kami dapatkan tidak lain adalah seminar senam perut dan pelepasan syaraf-syaraf tegang di otak.Sejak awal, manusia ini tidak ada niat sama sekali untuk “menguliahi” kami, sebaliknya dia ingin membuat seluruh peserta yang sudah menghabiskan uang 50 ribu masing-masing untuk datang ke “seminar” ini terkapar lemas kehabisan napas (sadis). Dengan lelucon ala stand-up comedy khas Raditya Dika, seminar berubah menjadi acara lawak. Slide yang sudah dibuat dan handout yang dibagikan seakan cuma kedok luarnya saja. Bahkan saya sendiri sampai lupa, di brosur acara padahal tidak ada sama sekali kalimat “stand-up comedy by Raditya Dika”. Sungguh suatu kejutan. Walupun di sela-sela komedinya, dia juga sering menyelipkan ilmu-ilmu cara menulis komedi dan tips-tips untuk menggali potensi menulis dari dalam diri kita. Ternyata memang tidak susah untuk mulai menulis. Semua orang yang hidup pasti, dan tidak mungkin tidak, punya sesuatu yang bisa dijadikan bahan cerita. Komedi yang paling lucu adalah kehidupan kita sendiri. Satu quote dia yang paling saya ingat : “It’s not about WHAT you tell, but HOW you tell your story”. Untuk membuat suatu cerita yang reader-catching, syarat utamanya adalah cara mengolah bahan cerita yang simpel tersebut menjadi “WAH”. Tapi tetep, gak bisa semua kejadian yang terjadi di hidup kita bisa menarik untuk dibaca orang. Kita juga harus pandai-pandai memilih bahan, yang mana yang bisa menginspirasi dan menghibur pembaca. Put yourself in their shoes. Letakkan dirimu di sepatu mereka. Misalnya mana yang lebih menarik untuk pembaca, tulisan berisi timeline kamu selama sehari mulai dari jenis makan pagi apa yang kamu makan sampai merek piayam apa yang kamu pakai saat tidur, atau cerita unrequited love kamu dengan adek kelas sewaktu SMA, misalnya.
Dari lelucon-leluconnya itu, ternyata bisa kita petik beberapa hal dan motivasi untuk mulai menulis. Semua orang bisa menulis, namun permasalahannya sejauh mana niat untuk mengembangkan tulisan-tulisan itu menjadi tulisan yang akhirnya bisa diterima banyak orang, serta sejauh mana hobi menulis ini bisa bertahan. Menulis sebenarnya simpel, tidak butuh sarjana atau gelar master khusus untuk bisa menulis bagus, atau setidaknya, untuk membuat tulisan yang enak dibaca orang lain. Kuncinya satu, jadilah pembaca. Dengan begitu kita tahu apa yang harus kita tulis agar menarik bagi pembaca (yaitu kita sendiri). Banyak kegagalan di awal, pasti. Banyak penolakan sepanjang jalan, jangan ditanya lagi. Perlu latihan berulang-ulang, definitely! Jadi, jangan stop menulis sampai di sini, karena selama hidup masih berjalan, tidak akan mungkin seseorang akan kehabisan cerita, sebab seperti kata Abang Raditya “KambingJantan” Dika : “Your life is your whole story”.



Me and Rere, my friend-photographer
Meet Cebe, my college besties
with my old high school fellows
Memel, my high school besties and future doctor
last take
certificate of attendance
certificate of attendance

PS : Sempat kecewa karena misi ketiga saya mengikuti seminar ini tidak tercapai, gagal dapet tanda tangan + foto bareng (berdua maksudnya). Padahal udah siap-siap ganti DP. Hari itu Bang Radit juga lagi gak enak badan katanya, jadi ga banyak omong pas dateng dan langsung cepet-cepet pulang pas selesai. Mungkin takut diculik massa, hehe. Tapi overall, hari ini gua berhasil melakukan sesuatu yang tidak ada hubungannya dengan “malas-malasan” atau “guling-gulingan di kasur”, and so.. I’m proud with that, which is why, THIS is definitely going into my blog! 
@sinjoelf

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Twitter Bird Gadget