“Kampus + Organisasi = nilai jelek”
Kampus + Organisasi = keteteran”
Guys, it’s 2014!
Istilah itu bisa dibilang udah gak berlaku lagi. “Ih, kok sok banget sih?
Tiap orang kan beda-beda!” Yup, memang
benar, tapi bukan berarti mengikuti organisasi di kampus itu suatu pilihan yang
salah dan gak ada manfaatnya sama sekali. Saya sendiri termasuk orang yang
tadinya memiliki keyakinan seperti di atas, “ah ikut organisasi nanti malah
sibuk, ga bisa punya cukup waktu untuk belajar, nilai jadi jelek.” -- .. tapi
masih punya waktu untuk main games online sampai begadang :p
Kalau boleh dipikir-pikir, sebenarnya organisasi itu bisa ditemukan di mana
saja, bahkan tanpa kita sadari. Tidak usah jauh-jauh, keluarga kita saja sudah
bisa disebut sebagai organisasi kecil, di mana ayah sebagai kepalanya. Di
keluarga pun kita sudah bisa mempelajari dasar-dasar cara berorganisasi. Now, we’ll talk about the “real” organization,
especially in our campus life.
Saya sendiri sudah mulai menyukai kegiatan organisasi sejak SMP dan
berlanjut ke SMA. Jika ada dari antara kalian yang pernah menjadi anggota OSIS,
yap, di sanalah saya mulai tertarik dengan dunia organisasi siswa di sekolah.
Lama-kelamaan hal itu menjadi suatu kebiasaan, suatu hobi baru (?). Hingga saya
beranjak ke bangku kuliah sebagai mahasiswa baru di FKG Trisakti, saya pun
menyimak dengan serius saat perwakilan dari organisasi mahasiswa memberikan
presentasi seputar dunia organisasi kampus. Satu hal yang saya sadari,
organisasi di kampus benar-benar RUMIT! Begitu banyak nama dan tingkatan
organisasi yang awalnya saya tidak familiar.
“Gila, ini sih levelnya udah beda banget sama di SMA!” Entah apakah saya
bisa mengikutinya, saya tidak yakin, tapi saya sudah bertekad akan mencoba
organisasi di kampus.
Organisasi di Universitas Trisakti seakan-akan menggambarkan struktural
kepemimpinan versi sederhana dari negara Indonesia. Hal ini baru saya sadari
saat sudah 1 tahun mencoba bergabung dalam organisasi FKG Trisakti. Singkatnya
seperti ini :
Tingkat Universitas
|
Tingkat Fakultas
|
|
LEGISLATIVE
|
Kongres
Mahasiswa
|
Parlemen
Mahasiswa
·
BPH
Parlemen
|
EXECUTIVE
|
Kepresidenan
Mahasiswa
|
Badan
Eksekutif Mahasiswa
·
Biro
1 – Pendidikan
·
Biro
2 – Olahraga-Seni + UKM
·
Biro
3 – Pengabdian kepada Masyarakat
·
Biro
4 – Kemahasiswaan
·
Biro
5 – Hubungan Luar
|
Sebenarnya jika mau diteruskan, akan lebih banyak lagi cabang organisasi kampus
ini, tapi garis besarnya demikian. Ormawa legislatif dan eksekutif harus
bekerja sama menciptakan suatu hubungan yang harmonis, karena keduanya sangat
mempengaruhi satu sama lain. Pada dasarnya, legislatif bertindak layaknya DPR
dan eksekutif adalah presiden beserta menteri-menterinya. Dalam melakukan
tugasnya, BEM harus diawasi dan mempertanggung-jawabkan hasil kerjanya kepada
Parlemen. Kemudian, parlemen-parlemen dari setiap fakultas pada akhir periodenya
akan mempertanggung-jawabkan hasil laporan kepada Kongres.
Enough with the brief
explanation. So how exactly did I join this whole new world?
Sebenarnya target pertama saya pada saat masih menjadi mahasiswa baru
adalah bisa diterima di BEM, khusunya di biro 4, yang salah satu program
kerjanya adalah sebagai panitia OSPEK, hahaha! Akan tetapi, mahasiswa tahun
pertama belum boleh mendaftarkan diri di BEM. Satu-satunya lowongan ormawa yang
terbuka saat itu adalah BPH Parlemen (legislative).
Sejujurnya di awal saya tidak begitu tertarik dengan bidang legislatif. Mungkin
karena background saya dulu di OSIS
yang notabene mirip dengan BEM di kampus. Tapi tidak ada salahnya, toh tahun
depan saya akan daftar BEM. Dan mulailah kegiatan organisasi mahasiswa saya
dari BPH Parlemen.
1.
BPH
Parlemen (2012)
Bagi saya, BPH bisa juga dibilang sebagai apprentice-nya parlemen. Di sana kita
secara gak langsung dibekali dengan berbagai pengetahuan dasar tentang
organisasi kampus, khususnya di FKG Trisakti. Mulai dari cara bikin surat, cara
rapat, cara sidang, bahkan mulai bisa kenal nama-nama orang penting yang mutlak
tidak boleh dilupakan di kampus. Selain itu saya juga pernah beberapa kali mendapat
kesempatan untuk mengawasi kegiatan BEM. Tujuan sebenarnya adalah untuk
memastikan acara BEM pada hari itu berjalan lancar, tepat waktu, tidak ada
kekacauan, dll. Memang tidak banyak yang bisa dilakukan, tapi kesempatan itu
justru saya gunakan untuk “ngepoin”
gimana cara kakak-kakak BEM bekerja dalam suatu acara. Justru dari
kesempatan-kesempatan itu saya jadi semakin mantap ingin mendaftar BEM. Dari
BPH sendiri saya juga bisa belajar cara mengolah laporan dan urusan
administrasi yang cukup memusingkan. Selain itu yang paling penting, BPH adalah
tempat pertama di mana saya bisa berkenalan, ngobrol, sampai ngegosip bareng
kakak-kakak kelas. Kadang-kadang bisa juga minta dijelasin soal pelajaran, atau
minta kisi-kisi soal ujian tahun lalu (PENTING!) Selain nambah ilmu, nambah
koneksi juga. Dapat emblem pertama untuk jas almamater pula!
Legislative Training 2012 as a brand new BPH |
2.
Badan Eksekutif Mahasiswa / BEM (2013)
Di tahun kedua saya ini, saya sudah boleh
mendaftarkan diri sebagai anggota BEM atau Parlemen yang sebenarnya. Walaupun
tahun sebelumnya saya sudah bertekad masuk BEM, namun ternyata berpisah dengan
Parlemen tidak semudah yang saya kira. Tapi pada akhirnya, saya tetap mengambil
formulir pendaftaran BEM, mengisi list pengalaman organisasi
(berharap “OSIS” dan “BPH Parlemen” bisa jadi nilai tambah) dan mengisi pilihan biro yang diminati. Tibalah saya pada kegalauan yang lain. Biro 4 yang dulu sempat saya taksir kah? Biro 5 yang katanya bisa tugas ke luar negeri kah? Akhirnya saya menulis “BIRO 3”, Biro “Social Service”. Kebetulan saat masih menjadi BPH, tugas terakhir saya adalah mengawas kegiatan baksos pengobatan gigi dan mulut gratis dari biro 3. Luckily that day, saya dapat kesempatan untuk membantu salah satu panitia karena saat itu sedang kekurangan orang. Kelihatannya simpel, hanya disuruh membagikan brosur ke warga-warga sekitar dan mengajak mereka untuk periksa gigi gratis. Buat saya, itu hal yang tidak sulit, but it turns out to be such a great experience, membuka mata, hati, dan pintu batin (lebay). Itulah pertama kalinya saya memberanikan diri menyusuri rumah-rumah sederhana di samping rel kereta api, beramah-tamah dengan warga, bercanda dengan anak-anak kecil di sana, melihat kegirangan mereka saat tau ada yang mau nambel giginya secara cuma-cuma, bahkan bisa melihat kereta api lewat di depan mata! (Ini sih gara-gara selebor, gak denger suara kereta lewat).
(berharap “OSIS” dan “BPH Parlemen” bisa jadi nilai tambah) dan mengisi pilihan biro yang diminati. Tibalah saya pada kegalauan yang lain. Biro 4 yang dulu sempat saya taksir kah? Biro 5 yang katanya bisa tugas ke luar negeri kah? Akhirnya saya menulis “BIRO 3”, Biro “Social Service”. Kebetulan saat masih menjadi BPH, tugas terakhir saya adalah mengawas kegiatan baksos pengobatan gigi dan mulut gratis dari biro 3. Luckily that day, saya dapat kesempatan untuk membantu salah satu panitia karena saat itu sedang kekurangan orang. Kelihatannya simpel, hanya disuruh membagikan brosur ke warga-warga sekitar dan mengajak mereka untuk periksa gigi gratis. Buat saya, itu hal yang tidak sulit, but it turns out to be such a great experience, membuka mata, hati, dan pintu batin (lebay). Itulah pertama kalinya saya memberanikan diri menyusuri rumah-rumah sederhana di samping rel kereta api, beramah-tamah dengan warga, bercanda dengan anak-anak kecil di sana, melihat kegirangan mereka saat tau ada yang mau nambel giginya secara cuma-cuma, bahkan bisa melihat kereta api lewat di depan mata! (Ini sih gara-gara selebor, gak denger suara kereta lewat).
Singkat cerita, setelah melalui wawancara BEM dan
seleksi, saya resmi menjadi anggota Biro 3 BEM FKG Usakti 2013, dan dapat
emblem BEM (tetep). Now let me introduce
you to my bureau for a lil bit. Biro 3 bergerak secara khusus di bidang
sosial dan pengabdian kepada masyarakat. Program kerja biro 3 selama 1 periode
antara lain baksos pengobatan gigi dan mulut gratis, vaksinasi hepatitis B,
donor darah, dan KPL (Kerja Pengenalan Lapangan) yang merupakan program
terbesar di biro 3 sendiri. KPL merupakan suatu kegiatan sosial tahunan dari
BEM FKG Usakti yang dipanitiai oleh biro 3, di mana setiap tahunnya, biro 3
membawa serta puluhan dokter gigi koass serta dosen-dosen pembimbing berangkat
menuju daerah di luar Jakarta, bahkan Pulau Jawa untuk mengadakan program
pelayanan kesehatan gigi dan mulut bagi masyarakat daerah yang kurang mampu,
selama 1 minggu. Selain itu diadakan pula penyuluhan bagi warga sekitar,
pengumpulan data untuk penelitian, tak lupa kegiatan wisata sebagai penghujung
acara. Kebetulan di tahun ini, saya dipercaya untuk mengurus acara KPL. Tanpa bekal
dan pengetahuan apapun, saya sendiri sempat syok dan minder. But again, it turns out to be such a GREAT
experience.
Panitia dan peserta KPL tiba di Tanjungpinang, Kepulauan Riau |
Kuncinya cuma 1, berani malu, berani bertanya.
Akuilah kalau memang kita belum tahu apa-apa, dan bertanyalah bahkan pertanyaan
sesimpel apapun yang muncul di pikiran. Itu tandanya kita mau belajar untuk
mengerti sesuatu. Saya sendiri dalam prosesnya, banyak sekali merepotkan orang
terutama kakak kelas, tapi saya tetap bersyukur mereka mau bersabar dan
menunjukkan pada saya sedikit demi sedikit, hal-hal yang sebelumnya belum
pernah saya ketahui. Dari mengurus KPL sendiri ada banyak aspek yang bisa saya
pelajari. Mulai dari surat-menyurat, mengurus perizinan, bernegosiasi dengan
pihak pemerintah daerah, mencari dana usaha, membayangkan perencanaan skema
acara di lapangan, dikejar-kejar deadline, putus asa di tengah-tengah,
di-PHP-in, mencari solusi di saat-saat genting, bahkan sempet juga ngerasain
rasanya diprotes massa. Ya... menjadi panitia memang ada suka dukanya, kalau
dilihat-lihat ada unsur dramanya juga ternyata. Tapi, justru terpaan-terpaan
macam itulah yang bakal bikin acara kita jadi berkesan banget, apalagi kalau
sudah sampai di penghujung acara. Rasanya bakal rindu saat-saat becanda atau
curhat bareng teman 1 panitia, saat-saat dimarahin bareng kalau laporan belum
beres, saat-saat lari-larian di tangga demi ngejar tanda-tangan persetujuan
dekan, saat-saat rapat sampai malem sambil nyedu kopi.
“Nah kalau buat diri sendirinya, apa sih yang
sebenarnya lu dapetin?” Banyak! Kalau menurut saya pribadi, yang paling penting
adalah saya bisa tahu lebih banyak tentang diri saya sendiri. Gimana sih saya
kalau kerja di bawah pressure dan deadline? Gimana sih saya kalau harus
kerja sama orang yang beda banget kepribadiannya? Berapa lama waktu yang saya
butuhkan untuk bisa bangkit lagi kalau misalnya lagi down dan patah semangat? Bisa nggak sih saya memimpin diri sendiri
dan teman-teman saya? Bisa nggak sih saya mengatur waktu supaya nilai nggak
turun gara-gara organisasi?
Bagi-bagi sikat gigi gratis |
berfoto bersama Gubernur Kepulauan Riau beserta jajarannya. |
Finally, liburan sebagai acara penutup wajib KPL |
I found a new family :) |
Sedikit cerita mengenai poin yang terakhir. Saya
sendiri sempat menanyakan hal itu pada seorang senior yang sudah 2 tahun lebih
tua di atas saya dan kebetulan juga adalah wakil ketua BEM saya pada jaman itu.
“Ko, organisasi jadi ngaruh jelek nggak sih ke pelajaran? Nilainya jadi turun
nggak? Takut banget kalau terlalu sibuk malah keteteran.” Well, saya lupa kalimat pastinya, tapi kira-kira inti dari nasihat
dia adalah demikian:
“Jelek nggak jeleknya nilai itu tergantung dari kitanya, bisa nggak membagi waktu. Tergantung dari niatmu juga mau dapetin nilai, dapetin organisasi, atau dapetin dua-duanya. Kalau saya sendiri jujur pas ikut organisasi, nilainya malah membaik dari sebelumnya. Karena dengan tahu kita banyak kegiatan, kita jadi spare time waktu lebih banyak untuk belajar jauh-jauh hari misalnya, atau jadi mengurangi waktu main misalnya. Kembali lagi ke seberapa besar niatmu untuk bisa jadi bagus di keduanya.”
Wuaah, nasihat ini bener-bener jadi pegangan saya sekarang. Saya pun sempat membuktikan
hal tersebut dan memang itu bukan sekedar omongan doang! Such a life lesson.
Kegiatan Baksos Biro 3 |
The new faces of 3rd Bureau 2014! YES WE'RE BACK |
Di penghujung tahun 2013, saya pun harus berpisah
dengan teman-teman dari BEM Biro 3 pertama saya. But, it is not the end. Di tahun ketiga kuliah saya ini (2014), saya memutuskan
masih ingin mendaftar lagi di biro 3, dengan ketua dan susunan kepengurusan
yang baru. Emangnya nggak bosen? Hmm, nope. Because
i believe every moment has its own perk, and it’s going to be different.
3.
OTF
Keagamaan Katolik : APOLONIA (2013)
Apolonia bisa dibilang seperti acara muda mudi
Katolik yang diadakan setiap hari Jumat jam 12 di kampus FKG Usakti. Setiap
minggunya Apolonia mengadakan acara keakraban dan mengundang semua mahasiswa
serta dosen-dosen yang beragama Katolik. Acaranya beragam mulai dari games,
misa jumat pertama, doa bersama, dan lain-lain. Tahun ini saya ditunjuk sebagai
salah satu panitia acara Apolonia yang tugasnya tidak lain adalah memikirkan
konsep acara setiap jumatnya. Ternyata bukan merupakan suatu hal yang mudah.
Kreatifitas dalam memunculkan ide baru benar-benar diuji di sini dan sayapun
tidak jarang kehabisan ide, haha. Tapi Apolonia merupakan salah satu tempat
favorit saya di mana kami bisa berkumpul, bernyanyi bergembira bermain bersama,
melepas penat selama 1 jam dari rutinitas kampus yang padat.
Acara Natal bersama Apolonia |
4.
Persatuan Senat Mahasiswa Kedokteran Gigi Indonesia /
PSMKGI (2013)
Ini merupakan satu-satunya organisasi di luar kampus
yang saya sedang ikuti sampai detik ini (soalnya 1 periode lamanya 2 tahun). Beranggotakan
perwakilan mahasiswa-wi kedokteran gigi yang berasal dari berbagai Universitas
yang tersebar di seluruh Indonesia. PSMKGI dikepalai oleh seorang SekJen dan
wakilnya, dan terbagi atas 5 Komisi dan 2 Biro :
·
Komisi
A : Pendidikan dan Profesi
·
Komisi
B : Pengembangan Sumber Daya Mahasiswa
·
Komisi
C : Pengabdian kepada Masyarakat
·
Komisi
D : Media dan Informasi
·
Komisi
E : Jaringan
·
Komisi F : Advokasi dan Kajian Strategis
·
Biro Penelitian dan Pengembangan
·
Biro Ekonomi dan Keuangan Internal
Saya sendiri tergabung dalam anggota komisi A.
Salah satu kegiatan rutin kami tentu saja tidak lain tidak bukan adalah rapat
bulanan via skype, atau anak-anak PSMKGI seringkali menyebutnya “ngopi”.
Pengalaman ngopi via skype itu baru kali ini juga saya alami sendiri. Inilah
cara kami rapat dan membentuk konsep projek per komisi dengan memanfaatkan
teknologi dunia maya. Kami jadi bisa menyapa dan berbincang-bincang dengan
teman-teman 1 komisi dimanapun mereka berada. Dari PSMKGI ini sendiri tentu
saja saya jadi lebih kenal banyak orang, tambah koneksi dari FKG – FKG lain di
luar sana, dan bisa belajar banyak juga dari mereka. Belajar di sini maksudnya
lebih kepada belajar berorganisasi. Contohnya, waktu itu saya sempat dikirimin
file penjelasan jobdesk suatu acara yang dibuat oleh salah satu anggota dari
FKG UI, dan jujur waktu saya melihat bentuk kerangka jobdesk mereka, sungguh
berbeda dengan yang selama ini saya lihat dan pakai di FKG Trisakti. Mungkin di
BEM USAKTI, saya sudah terbiasa dengan susunan jobdesk yang simpel dan tidak
rumit, karena itu saat melihat file tersebut, saya pun,. hmm agak tercengang,
haha. Hal-hal kecil semacam itu sebenarnya bisa juga kita ambil sebagai
pembelajaran, pembanding kita dengan teman-teman FKG lain di luar sana. Dari
berbagai kegiatan atau projek, kita bisa tau kebiasaan atau teknik
berorganisasi teman-teman dari universitas lain itu seperti apa. Kalau ada yang
positif, boleh jadi masukkan untuk kita bawa dan terapkan di kampus kita
sendiri bukan? Sekali-kali kita juga boleh kok ngelirik ke tetangga sebelah :p
Jadi selain tuker-tuker pin BB, bisa jadi ajang pertukaran ilmu juga!
Kegiatan Baksos di SLBN O7 oleh PSMKGI |
Perwakilan dari FKG Usakti |
Foto narsis depan bendera PSMKGI |
Pengalaman saya menjadi anggota PSMKGI bisa
dibilang lumayan penuh kejutan. Ada hal-hal yang saya syukuri, ada juga hal-hal
yang saya sayangkan. Mengapa? Karena di organisasi yang satu ini, saya sendiri
merasa belum berkontribusi secara maksimal. Cakupan kegiatan PSMKGI ini ternyata
sangat luas dan sering kali berbentrokan dengan jadwal kuliah saya yang tidak
bisa ditinggal, karena banyak dari acara PSMKGI yang mengharuskan saya untuk pergi
ke luar kota / pulau Jawa. Belum lagi kegiatan BEM di internal kampus. Namun, untuk
acara-acara yang masih bisa saya jangkau, tetap saya usahakan untuk turut
berpartisipasi, dan hal ini saja sudah memberikan pengalaman yang baru dan tak
terlupakan.
Belajar berorganisasi itu banyak manfaatnya. Kita mungkin pernah mendengar tanggapan-tenggapan
negting seperti : “Orang yang masuk organisasi itu adalah orang-orang yang mau
eksis, orang-orang yang nganggur dan gak punya kerjaan, orang-orang yang sok eksklusif!”
Don’t be mad at them, guys! Because what
they’re saying is not ... false entirely.
“Orang yang masuk organisasi itu adalah orang-orang yang mau eksis.”
Kadangkala kata “eksis” ini sendiri sudah dipandang negatif. Sebenernya, gak semua “eksis” itu negatif. Sekarang, manusia mana yang nggak mau diakuin keberadaannya, hayoo? Misalnya ada seorang anak yang bisa memainkan gitar dengan super menakjubkan, sengaja mengupload video solo performance-nya di youtube, apakah dia bisa dibilang sok eksis? Menurut saya pribadi, tujuan “eksis” dalam konteks ini lebih mengarah ke penilaian dan pengakuan dari orang lain akan kapabilitas kita. Kalau kita punya keyakinan bahwa apa yang kita lakukan itu benar dengan tujuan yang baik, apa salahnya jika orang lain juga bisa mengakui dan menghargai hal tersebut. Jika kita yakin akan kemampuan kita di bidang tersebut, why not show it up? Don’t just hide. Be EXIST, in a smart way ;)
“Orang yang masuk organisasi itu adalah orang-orang yang nganggur, nggak ada kerjaan.”Think it this way. Daripada kita nganggur, tidur-tiduran di rumah, atau malah ...ngobat? (hiiii).. Mending kita melakukan suatu hal yang berguna bukan? Selain nambah teman, nambah wawasan, nambah pengetahuan, baik juga loh buat latihan fisik. Coba buktikan sendiri, haha.
“Orang yang masuk organisasi itu adalah orang-orang yang sok ekslusif.”“Sejak dia masuk organisasi A, dia pasti gak pernah mau sharing gosip-gosip apa aja yang ada di sana. Eksklusif banget sih!” Teman, bagi sebagian besar orang, organisasi sudah bisa dibilang bagaikan rumah kedua mereka, keluarga mereka. Masalah-masalah yang terjadi dalam keluarga mereka tentu saja bersifat “eksklusif” atau dengan kata lain “cukup orang dalem aja yang tau”. Coba lihat keluargamu, pasti punya masalah internal sendiri yang gak mungkin kamu beberkan ke teman-teman atau om tantemu, bukan? Hal ini tentu saja bertujuan untuk menjaga keutuhan keluarga dari segala bentuk ancaman ataupun pandangan negatif dari luar. Oleh karena itu mengertilah kenapa ada hal-hal yang hanya boleh diketahui secara ekslusif oleh anggota dari suatu keluarga itu sendiri.
Semua contoh di atas tentu saja dalam batas yang sewajarnya dan semestinya
ya. Segala sesuatu yang berlebihan juga tidak baik, misalnya terlalu eksklusif
banget malah bikin kita jadi dijauhin temen-temen non-organisasi kita. Balance is important guys! Kita harus
bisa bagi waktu, bagi porsi, mana yang untuk teman-teman, mana untuk keluarga,
mana untuk kuliah, mana untuk organisasi.
Organisasi kampus itu memang pilihan. Itulah sebabnya dia tidak ada dalam
mata perkuliahan wajib kalian, bukan? Tetapi percayalah, kalian akan bisa
melihat perbedaan orang yang berorganisasi dan yang tidak. I didn’t say that one is better than another. Bagaimanapun juga, kitalah
yang paling mengenal kemampuan dan keinginan diri kita sendiri. This whole story is purely based on my
personal opinion. As for me, I’m proud to be an organizationist. Are you? ;)
*beberapa sumber gambar : http://www.dentistrisakti.com/
No comments:
Post a Comment